Rabu, Juli 22, 2009

Pelayanan Bank yang Kurang Menyenangkan

Entah bagaimana cara penulis sampaikan kepada pembaca yang budiman, kejadian yang penulis alami selama dua hari ini. Memang boleh dikatakan hal ini sangat sensitif tentunya karena berhubungan dengan funding. Tetapi berbicara pelayanan, nah ini yang ingin penulis uraikan pada kesempatan ini terkait apa yang penulis alami, dan ini cukup membuat penulis merasa sangat tidak puas dan kecewa atas pelayanan yang diberikan oleh oknum pegawai salah satu Bank yang ada di Kota ini. Sebut saja Bank Pembangunan Daerah yang nota benenya merupakan Bank yang bergerak di bidang pelayanan publik tapi untuk oknum yang telah memberikan pelayanan kepada penulis sepertinya belum menerapkan dengan baik konsep pelayanan publik yang baik. Dan bahkan mungkin saja memang belum difahami, terutama standar pelayanan publik, sesuai dengan Kepmenpan No. 63 tahun 2003 (63/KEP/M.PAN/7/2003).


Dari Kepmenpan tersebut, yang penulis pahami bahwa seorang pelayan publik semetinya memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggannya, mulai dari mimik atau ekspresi muka yang ditampilkan kepada pelanggan atau nasabahnya, tutur kata hingga pada perbuatan yang dilakukan terhadap pelanggannya semestinya memberikan kesan yang positif agar pelanggan merasa puas dan senang atas apa yang telah mereka peroleh, bukan justru sebaliknya, seperti yang penulis alami selama kurang lebih dua hari ini.

Sebenarnya penulis hanya ingin mencairkan dana Anggaran yang dikucurkan kepada Sekolah-sekolah yang mungkin dikenal dengan istilah Dana Pendidikan Grastis, tapi justru yang terjadi dilapangan bukannya dimudahkan dan diarahkan dengan baik, malah seolah-olah Penulis merasa dipersulit karena sikap yang ditunjukkan oleh pegawai tersebut sungguh tidak mencerminkan pemberi pelayanan prima yang baik.

Saat pertama kali penulis menghadap pada Custemer Cervice tersebut, mimiknya memang sudah tidak memberikan mimik yang ramah dan bersahabat, seolah-olah penulis merupakan beban baginya. Padahal bukankah setiap pelanggan yang datang itu semestinya diberi pelayanan dan perhatian yang baik agar memberi pencitraan yang positif dan menyenangkan bagi instansi yang bersangkutan? bukan justru memperlihatkan kondisi yang seolah-olah tidak bersahabat. Atau mungkin saja itu hanya penilaian subjektif dari penulis karena mungkin saja memang tabiat dan kebiasaan oknum tersebut memang seprti itu adanya. Ya.. itu semua belum penulis fahami. Tapi selama dua hari ini setiap penulis berhadapan dengan oknum tersebut penulis belum pernah merasakan suasana yang mencitrakan kondisi yang prima akan pelayanan yang diberikan kepada penulis selaku nasabah alias pelanggan.

Ketika penulis menyodorkan suatu berkas kepadanya, lalu diambilnya berkas itu dan langsung diletakkan didepannya dengan enteng dan dikatakannya "nanti dicarikan... oleh ...." setelah itu suasan saat itu hening karena penulis sudah mulai merasa kesal dan capek digiring sana sini belum ada kejelasan. Lalu penulis menunggu sekitar 10 menit lamanya barulah datang sosok pria yang dimaksudnya untuk mencari berkas yang diinginkan oleh pegawai yang ada di hadapan penulis saat itu. Kemudian diakatakan kepadanya "Pak tolong dicarikan berkasnya ini...!" Penulis juga masih bingung berkas apakah gerangan yang dimaksud.

Mungkin sekitar 30 menit lamanya kesana kemari, pulang-balik, mondar-mandir Bapak yang berseragam rapi tadi berusaha membongkar hampir semua berkas yang ada di Lemari Arsip, dan semua arsip yang tersimpan di sekitar pegawai yang duduk dengan segenap kesibukannya di hadapn penulis kala itu. Sambil penulis menggeleng-gelengkan kepala, lalu penulis berkata lirih pada teman yang ada di samping penulis bahwa "apakah yang mereka cari?" teman disamping saya pun hanya mengangkat kening dan bahunya pertanda kebingungan dan kejenuhannya menunggu begitu lama.

Sekitar sepuluh menit kemudian barulah penulis ketahui bahwa ternyata yang dicari adalah berkas pembukaan rekening baru di bank tersebut, padahal penulis sendiri belum pernah membuat atau menorehkan tinta dilembaran pembukaan rekening yang mereka maksud. Itupun setelah penulis sudah merasa sangat jenuh menunggu begitu lama dan juga sudah merasa kasihan melihat lelaki yang bertubuh kekar dan tinggi yang telah mondar-mandir kesana dan kemari mencari berkas yang diminta oleh wanita yang ada di depan penulis, sehingga penulis mencoba memberanikan diri untuk kemudian melontarkan perkataan kepadanya, " Maaf, kalau boleh tau berkas apakah yang dicari bu'?" Lalu dijawabnya "Berkas ...." penulis juga sudah lupa namanya... yang jelasnya bahwa yang dimaksud itu adalah berkas yang biasanya berisi keterangan nasabah saat membuka rekening baru di Bank.

Setelah itu barulah penulis berusaha untuk melanjutkan perbincangan dengan berusaha untuk tetap menjaga emosi yang dan berusaha untuk bersabar dengan kondisi yang penulis alami saat itu, dengan berkata "Seingat saya, saya belum pernah mengisi blanko dan terlebih lagi menanda tangani blanko seperti yang Ibu maksud." Kemudian CS tersebut berkata dengan mimik yang sinis bahwa "Mana mungkin Bapak memiliki nomor kalau belum pernah membuat surat permohonan?"
"Saya juga nggak tau Bu'...? justru itu saya juga cuma menerima nomor ini dari ..." Jawabku.

Akhirnya, setelah berdiskusi bebearapa saat dan bahkan diapun sempat menelpon rekan kerjanya dan menerima penjelasan darinya hingga raut mukanya pun mulai cerah pertanda bahwa dia mengerti apa yang dijelaskan oleh rekanya kepadanya. Wal hasil penulis memperoleh berkas yang berisi beberapa lembaran kertas darinya dan diminta unuk diisi dan dilengkapi dengan beberapa persyaratan yang dia tuliskan di belakang blanko tersebut.

Entah apa lagi yang akan terjadi besok saat blanko tersebut di kembalikan..... Wallahu 'alam bisshawab.

Semoga pembaca yang budiman tidak mengalami hal serupa yang penulis rasakan selama dua hari ini. Sebenarnya masih banyak yang ingin penulis tuliskan tapi penulis pikir apa yang telah penulis torehkan di atas sudah cukup.


[+/-] Selengkapnya...

Rabu, Juli 08, 2009

Catatan Kecil - Pilpres 2009 Sebuah Harapan

Hari ini tepatnya tangal 08 juli 2009, merupakan salah satu hari yang amat bersejarah bagi rakyat Negara Republik Indonesia. Kesempatan bagi seluruh rakyatnya terbuka lebar untuk berpartisipasi aktif secara langsung, dalam rangka memilih dan menentukan sosok leader bagi bangsa ini. Sekaligus sebagai penentu tongkat estapet masa depan Indonesia, bukan hanya dalam jangka waktu 5 tahun lamanya. Lebih daripada itu, yakni hingga jangka waktu yang tak tentu lamanya.

Sejarah yang terukir hari ini, tentunya sangat berpengaruh bagi kelangsungan dan kemajuan peradaban manusia negeri ini di masa yang akan datang. Karena masa depan bangsa ini sangat ditentukan sejauh mana partisipasi aktif ummatnya dalam menentukan pilihan bijaknya akan pemimpin sekaligus penentu kebijakan dan motor penggerak roda perjalanan kehidupan dalam proses pensejahteraan rakyatnya, yang mengarah kepada kemakmuran yang adil dan merata. Bukan hanya sekedar simbol alias jargon pucuk pimpinan yang berkuasa sekedar memenuhi tuntutan pribadi atau golongan, melainkan sebagai sosok penguasa sekaligus pengayom dan pelindung serta pelaksana dari segenap amanah dan aspirasi manusia yang dipimpinnya, secara arif dan bijaksana.



Kejernihan pikiran seorang pemimpin, kecerdasan dan ketepatan dalam menuangkan ide, ditopang oleh hati bersih dalam berijtihad, arif dan bijaksana dalam memutuskan, santun akhlak dan perilakunya, jujur dan wara' ucapannya, dan tawadu kehidupannya, merupakan sosok pemimpin masa depan bangsa yang diharapkan oleh segenap umat yang mendiaminya. Kendati demikian, hal ini tidak dapat bararti bagi suatu negara, jika tidak ditopang oleh keikutsertaan secara tulus dan ikhlas rakyat yang dipimpinya mendampingi dan membackup segenap kebijakan yang diambil seorang pemimpin tersebut. Karena dibalik kekuatan dan kesuksesan seorang pemimpin ada rakyat yang berdaulat.

Jadi, Pilpres kali ini merupakan sebuah harapan yang besar bagi bangsa ini untuk mengubah bukan hanya wajah suramnya, juga jati diri dan pamornya dimata dunia, bahwa Negara Indonesia mampu untuk menjadi negara yang patut untuk dipanuti, disegani dan dijadikan kiprah bagi negara-negara yang ada di belahan bumi ini.Walaupun dalam proses pelaksanaan Pilpres kali ini, masih terdapat krikil-krikil dan kendala-kendala yang mengarah pada nuansa kekurangan serta kecurangan, tetapi patut disyukuri karena masih dapat berjalan dengan baik. Tentunya kalau kita mengharapkan seuatu kesempurnaan di dalamnya, tidak bakalan kita temukan manakala suatu proses dari sebuah perjuangan yang tidak diiringi dengan tantangan. Tinggal bagaimana menjadikan tetiap tantangan yang ada khususnya di dalam pesta demokrasi ini, sebagai suatu tantangan yang bersifat pelajaran yang mengarah pada perbaikan serta perubahan positif di masa mendatang.



Seekor jerapah dan kuda sebra tidak akan terperosot pada lubang yang sama. Terlebih bagi seorang manusia yang berpikir dan berakal sehat, tentunya akan lebih hati-hati. Siapapun yang terpilih dari hasil Pemilu 2009 ini, tentunya merupakan pemimpin yang terbaik bagi bangsa ini, karena tuntu telah melalui hasil olah sadar dari hati dan pikiran kita yang telah turut berpartisipasi secara aktif maupun tidak aktif. Bagi mereka yang telah turut serta berpartisipasi secara aktif semoga apa yang menjadi pilihannya merupakan manipestasi buah pikiran jernih mereka sendiri. Dan bagi yang tidak ikut secara aktif, mudah-mudahan ketidak aktifannya mencerminkan kesepakatan atas apa yang mereka sepakati (secara aktif).



Semoga setiap pasangan yang tidak memenangkan pertarungan ini, dapat menerima kekalahan mereka secara sportif dengan lapang dada, tanpa harus saling menghasut satu sama lain. Adapun bagi yang nantinya menang dalam Pilpres ini, diharapkan mampu untuk betul-betul mengemban amanah luhur bangsa Indonesia dan segenap rakyatnya.



[+/-] Selengkapnya...

Rabu, Juli 01, 2009

Pemimpin Indonesia Masa Kini?

Menjelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, para calon atau kandidat yang akan bertarung di Pilpres tanggal 8 Juli 2009 mendatang, kini gencar-gencarnya mempromosikan diri, kalau dalam bahasa politiknya berkampanye, hampir di seluruh penjuru bumi pertiwi Indonesia. Ironisnya, tidaklah jarang diantara mereka yang saling serang dan saling menghujat satu sama lain.


Saling serang yang terjadi diantara para pasangan Capres dan Cawapres yang akan bertarung, kini banyak yang tidak sehat. Padahal mereka para kandidat Capres dan Cawapres tersebut telah sepakat jauh hari sebelumnya di hadapan para anggota Komisi Pemilihan Umum Indonesia, untuk bersama-sama menjujung tinggi sikap profesionalisme dan menjunjung tinggi sikap saling menghargai, serta berusaha untuk menjaga kaidah-kaidah dan norma-norma pemilihan presiden yang sedang berlangsung saat ini. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, tidak jarang di antara mereka untuk saling menjatuhkan satu sama lain.

Pertarungan yang kini terjadi di kalangan elit politik khususnya para kandidat calon pemimpin bangsa ini bak petinju bebas yang senantiasa berusaha untuk menjatuhkan lawannya dari arah mana saja, yang terpenting bagi mereka adalah bagaimna agar lawannya terjatuh dan kalah olehnya tanpa harus berpikir baik buruknya tindakan yang dilakukannya. Akhirnya muncullah black campaign, yang sering disaksikan di negara lain, ternyata di negeri ini pun telah mulai dibudayakan, kendati bukanlah budaya leluhur dan para pejuang sejati bangsa ini.

Telah kita saksikan bersama dan bahkan hampir semua media massa yang ada di negeri ini telah menginformasikannya, mulai dari media cetak sampai kepada media elektronik dan media maya, menggambarkan betapa calon pemimpin negeri ini telah melakukan pertarungan yang sengit, hingga akhirnya tidak jarang di antara mereka yang melakukan berbagai macam cara agar lawan politiknya jatuh di hadapannya. Tidak peduli itu etis atau tidak. Mulai dari saling menyerang dari segi pewatakan, karakter, kinerja, bahkan yang lebih parahnya lagi yang saling menyerang dari sudut pandang kepribadian lawannya. Menyerang pribadi lawan tentunya bukan sikap seorang kesatria. Saling mengkritik dan saling menyerang secara sehat tidaklah mengapa, sepanjang kritikan yang dilontarkan ke lawan tersebut sifatnya membangun.

Belum lagi berbicara money politic yang juga sering marak dilakukan oleh para kandidat politik yang ingin maju sebagai pemimpin bangsa, sekaligus menjadi salah satu penyebab cacatnya kanca perpolitikan tanah. Ini juga menunjukkan betapa bobroknya akhlak sebagian besar genarasi negeri ini, yang hampir setiap tindakan yang dilakukan dan dilakoni harus dimulai dengan cara yang tidak wajar, sehingga untuk memperoleh suatu pekerjaan atau jabatan pun juga harus ditukar dan dibeli dengan uang. Memang terkadang sesuatu yang buruk ketika menjadi kebiasaan alias dibiasakan akhirnya akan menjadi hal yang tidak tabuh lagi dan bahkan sudah dianggap sebagai sesuatu yang baik bagi kacamata pelakunya. Walaupun hal tersebut sangatlah bertolak belakang dengan hati nurani mereka.

Tidak adakah jalan lain yang dapat dilakukan dalam melakukan suatu persaingan yang dapat bersaing secara sehat, dan saling menunjukkan diri sendiri apa adanya? menunjukkan performance dan itikad yang baik merupakan hal yang bijak tentunya tanpa arus menjelek-jelekkan pihak lawan yang toh belum tentu mereka lebih buruk dari yang berusaha menjatuhkan tersebut. Usaha dan aksi nyata yang bersifat solusi konkrit ke arah perbaikan dan kesejahteraan rakyat negeri inilah yang merupakan hal paling mendasar dan paling dibutuhkan. Bukan sekedar wacana dan angan-angan belaka.

Beginikah wajah pemimpin Indonesia ke depan? Seperti inikah wajah para visioner Bangsa yang Indah ini di masa yang akan datang? Adalah hal yang sungguh sangat memiriskan, kala negeri ini nantinya dipimpin oleh orang-orang yang tidak memiliki konsistensi dan integritas terhadap dirinya terlebih lagi bagi Negaranya. Harapan Bangsa ini adalah mengharapkan sosok pemimpin yang pernah ada di Jaman kejayaan Islam, yang pernah ada di Jaman keemasan islam, dimana pemimpinnya betul-betul dapat menjadi panutan dan teladan bagi segenap rakyat yang dipimpinnya.

Dimanakah Umar bin Abdul Aziz yang amanah dan penyayang dari Negeri ini? dimanakah Umar bin Khattab yang gagah berani dan penyantu dari nageri ini?. Mereka bukan hanya pernah ada di Zaman dahulu yang hanya dapat dikenang penduduk mayapada ini. Namun mereka sebenarnya ada di antara kita, akan tetapi belum tersadari dan belum menampakkan diri dengan jelas.


Hiduplah negeriku dan bangkitlah Indonesiaku. Jayalah selalu, kibarkanlah panji kebesaranmu.

[+/-] Selengkapnya...

Pengikut

  © Blogger templates Editor template by Editor 2008

Back to TOP